SEJARAH NASIONAL
RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Kehidupan dunia pada era globalisasi dimana setiap peristiwa disuatu negara menjadi perhatian dan konsumsi Internasional yang telah meresap dalam kehidupan masyarakat, demikian halnya dengan Indonesia tidak luput dari pantauan dunia Internasional. Untuk menjaga tetap tegaknya NKRI pada era globalisasi sekarang ini, kesadaran belanegara serta jiwa nasionalisme merupakan materi yang lebih tepat dibina serta dikembangkan karena merupakan kunci perekat antar masyarakat, antar agama, antar budaya serta antar daerah. Oleh karena itu dalam rangka pembinaan dan pengembangan kesadaran belanegara bagi setiap komponen masyarakat salah satunya dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan kesadaran bela negara khususnya kepada generasi muda sebagai penerus bangsa.
Peningkatan
Kesadaran Bela Negara merupakan bagian penting dari Ketahanan
Nasional yang berfungsi untuk meningkatkan motif moral. Motif moral
menjadi gambaran kecerdasan sosial dalam wujud kemampuan mengamati dan
mengawasi secara komprehensif. Kemampuan ini berguna untuk menumbuhkan
kemampuan partisipatif warga negara dalam wujud kemampuan melakukan
kontrol sosial yang dilandasi nilai moral kebangsaan.
Resimen
Mahasiswa Indonesia sebagai salah satu wadah yang berperan dalam
membentuk jiwa dan karakter generasi bangsa yang handal, berwawasan
kebangsaan, penuh kreativitas dan dedikasi untuk menyongsong hari depan
yang lebih baik. Kesadaran belanegara lebih terfokus dan bersifat
universal serta penerapannya lebih fleksibel sesuai kepentingan Nasional
dan perkembangan jaman yang berorientasi pada kepentingan, kebutuhan
situasi dan kondisi perkembangan masyarakat, sehingga terwujud warga
negara Indonesia yang memiliki kesadaran belanegara, berbangsa dan
bernegara serta cinta tanah air.
Dengan
demikian pembinaan Resimen Mahasiswa Indonesia yang di dalamnya sudah
memuat kesadaran bela negara, diarahkan untuk membentuk dan
mengembangkan kepribadian yang memiliki jiwa kebangsaan dan cinta tanah
air, serta memiliki kesadaran dalam pembelaan negara sebagai upaya
membangun sumberdaya daya manusia Indonesia seutuhnya, juga sebagai
prasyarat dalam membangun sistem pertahanan negara.
B. SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA DAN KOMANDO NASIONAL RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Masa Perjuangan Pergerakan Nasional.
Sejarah
perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan
lahirnya gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para
mahasiswa STOVIA Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan
kebangsaan yang kemudian menentukan perjuangan nasional selanjutnya.
Dengan lahirnya gerakan ini, maka terdapat cara dan kesadaran baru dalam
kerangka perjuangan bangsa menghadapi kolonial Belanda dengan
membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi ini merupakan
salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dan
selanjutnya terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain,
seperti Syarikat Dagang Islam, Indische Partij dan lain sebagainya.
Mahasiswa
Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908 mendirikan Indische
Verenigde (VI) yang berubah menjadi Perkoempoelan Indonesia (PI),
kemudian pada tahun 1922 berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia
(PI). Sejak itu hingga tahun 1924 PI tegas menuntut kemerdekaan
Indonesia, hingga pada dekade ini, para pemuda mahasiswa Indonesia yang
belajar di luar negeri telah membuka lembaran baru bangsa Indonesia
untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui forum luar negeri.
Perhimpoenan
Indonesia (PI-1922), Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia
(PPPI-1926) dan Pemoeda Indonesia (1927) merupakan organisasi pemuda dan
mahasiswa yang memiliki andil besar dalam merintis dan
menyelenggarakan Kongres Pemoeda Indonesia tahun 1928, kemudian
tercetuslah “Soempah Pemoeda”. Dengan demikian, semangat persatuan dan
kesatuan semakin kuat menjadi tekad bagi setiap pemuda Indonesia dalam
mencapai cita-cita Indonesia merdeka.
Masa Pendudukan Jepang.
Tekanan
pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi
terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun
demikian para pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan
mengadakan sidang pertemuan pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31
Jakarta, dengan menghasilkan keputusan bahwa pemuda mahasiswa bertekad
dan berkeinginan kuat untuk merdeka dengan kesanggupan dan kekuatan
sendiri. Keputusan tersebut kemudian dikenal dengan Ikrar Pemoeda 3
Joeni 1945.
Menjelang
Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk
memperkuat posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan
kemiliteran. Tidak ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pasukan
pelajar dan mahasiswa yang dibentuk oleh Jepang disebut dengan
“GAKUKOTAI”.
Masa Kemerdekaan.
Meskipun
kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan
mahasiswa terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23
Agustus 1945, PPKI membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa
dibentuk BKR Pelajar. Setelah mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5
Oktober 1945, maka diubah menjadi TKR, sedangkan di lingkungan pelajar
dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar.
Pada
tanggal 24 Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti
kebijakan Pemerintah ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan
pemuda pelajar dan mahasiswa mengubah namanya. Nama-nama tersebut
menjadi bermacam-macam antara lain: TRIP, TP, TGP, MOBPEL dan CM.
Pada
tanggal 3 Juni 1946, Presiden RI telah mengambil keputusan baru untuk
mengubah TRI menjadi TNI. Keputusan ini dimaksudkan agar dalam satu
wilayah negara kesatuan, yaitu tentara nasional hanya mengenal satu
komandan. Dengan demikian maka laskar dan barisan pejuang melebur
menjadi satu dalam TNI. Sementara itu laskar pelajar dan mahasiswa
disatukan dalam wadah yang kemudian dikenal sebagai “Brigade
17/TNI-Tentara Pelajar”. Peleburan badan-badan perjuangan di kalangan
pemuda pelajar dan mahasiswa ini merupakan manifestasi dari semangat
nilai-nilai persatuan dan kesatuan, kemerdekaan serta cinta tanah air,
dalam kadarnya yang lebih tinggi. Semangat berjuang, berkorban dan
militansi untuk mencapai cita-cita luhur dan tinggi, merupakan motivasi
pemuda pelajar dan mahasiswa yang tidak pernah padam hingga sekarang,
yaitu dengan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional.
TERBENTUKNYA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA
Masa Penegakan Kedaulatan Republik Indonesia.
Dengan
diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan RI sebagai hasil keputusan
Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 di Den Haag, maka perang
kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa raga dan penderitaan rakyat
berakhir sudah. Karenanya Pemerintah memandang perlu agar para pemuda
pelajar dan mahasiswa yang telah ikut berjuang dalam perang kemerdekaan,
dapat menentukan masa depannya, yaitu perlu diberi kesempatan untuk
melanjutkan tugas pokoknya, “BELAJAR”. Sehingga pada tanggal 31 Januari
1952 Pemerintah melikuidasi dan melakukan demobilisasi Brigade
17/TNI-Tentara Pelajar. Para anggotanya diberi dua pilihan, terus
mengabdi sebagai prajurit TNI atau melanjutkan studi.
Kondisi
sosial ekonomi dan politik di dalam negeri sebagai akibat dari
pengerahan tenaga rakyat dalam perang kemerdekaan, dianggap perlu diatur
dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Maka dikeluarkanlah UU Nomor 29
Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara. Pada dekade 1950-an, ternyata
perjalanan bangsa dan negara ini mengalami banyak ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan. Pemberontakan demi pemberontakan terjadi di
tengah-tengah perjuangan untuk membangun dirinya. Pemberontakan itu
antara lain DI/TII, pemberontakan Kartosuwiryo dan sebagainya.
Pemberontakan meminta banyak korban dan penderitaan rakyat banyak.
Rakyat tidak bisa hidup dengan tenang, karena situasi tidak aman dan
penuh kecemasan.
Memperhatikan
kondisi semacam itu, satu tradisi lahir kembali. Para mahasiswa terjun
dalam perjuangan bersenjata untuk ikut serta mempertahankan membela
NKRI bersama-sama ABRI. Sebagai realisasi pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun
1954, diselenggarkan Wajib Latih di kalangan mahasiswa dengan pilot
proyek di Bandung pada tanggal 13 Juni 1959, yang kemudian dikenal
dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959). WALA 59 merupakan batalyon inti
mahasiswa yang merupakan cikal bakal Resimen Mahasiswa sekarang ini.
Kemudian disusul Batalyon 17 Mei di Kalimantan Selatan. Bermula dari
itulah, pada masa demokrasi terpimpin dengan politik konfrontasi dalam
hubungan luar negeri, telah menggugah semangat patriotisme dan
kebangsaan mahasiswa untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa sebagai
sukarelawan. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan kemiliteran
selanjutnya dilaksanakan untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai potensi
pertahanan dan keamanan negara melalui RINWA (Resimen Induk Mahasiswa),
yang selanjutnya namanya berubah menjadi MENWA (Resimen Mahasiswa).
Masa Orde Lama.
Persiapan
perebutan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan
nasional. Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri
Keamanan Nasional Nomor: MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di
perguruan tinggi sebagai “Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa”. Dengan
dicanangkannya operasi pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember
1962, dikenal dengan TRIKORA, maka untuk menindaklanjutinya, Menteri
PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Korps
Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi. Berikutnya, kedua
keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama Wampa Hankam dan
Menteri PTIP Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang
Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan
Perguruan Tinggi. Pengembangannya dilakukan dalam satuan-satuan
Resimen Induk Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam Keputusan Bersama
Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963 tentang Resimen
Induk Mahasiswa.
Tahun
1964 melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal
21 April 1964 dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini
dipertegas dengan Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP
Nomor: M/A/165/1965 dan Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan
Prosedur Resimen Mahasiswa, Menwa ikut serta mendukung operasi Dwikora
(Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964. Sebagai bukti keikutsertaan
ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971, sebanyak 802
(delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya
Lencana Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana
Dwikora”.
Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya, di mana Menwa memiliki andil yang
besar dalam membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis
Indonesia) merasakan ancaman, sehingga pada tanggal 28 September 1965,
Ketua PKI D.N. Aidit menuntut kepada Presiden Soekarno supaya Resimen
Mahasiswa yang telah dibentuk di seluruh Indonesia dibubarkan. Tetapi
hal itu tidak berhasil.
Masa Orde Baru.
Peran
Resimen Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan
Negara, sekalipun tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Orde
Baru, keterlibatan Menwa cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30
S/PKI, dilanjutkan dengan menjadi bagian dari Pasukan Kontingen Garuda
ke Timur Tengah, operasi teritorial di Timor Timur dan sebagainya.
Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dasar kemiliteran untuk
menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa juga terus dilaksanakan.
Di
lain pihak, di lingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan
keputusan untuk wajib latih bagi mahasiswa (WALAWA) dan wajib militer
bagi mahasiswa (WAMIL) berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor:
Kep/B/32/1968 tanggal 14 Februari 1968 tentang Pengesahan Naskah Rencana
Realisasi Program Sistem Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa.
Dilanjutkan operasionalisasinya dengan Keputusan Bersama Dirjen Dikti
dan Kas Kodik Walawa Nomor 2 Tahun 1968 dan Nomor: Kep/002/SKW-PW/68.
Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan
Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan Bersama
Menhankam/Pangab dan Menteri P & K Nomor: Kep/B/21/1973 dan Nomor:
0228/U/1973 tanggal 3 Desember 1973 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di Perguruan
Tinggi/Universitas/Akademi). Program WALAWA ini diikuti oleh seluruh
mahasiswa dan berbeda dengan Menwa keberadaannya.
Program
WALAWA pada tahun 1974 dibubarkan. Dan pada tahun 1975 sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan penyempurnaan organisasi Menwa terus
diupayakan. Setelah dikeluarkan Keputusan Bersama Menhankam/Pangab,
Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/39/XI/1975, Nomor: 0246 a/U/1975 dan
Nomor: 247 Tahun 1975 tanggal 11 November 1975 tentang Pembinaan
Organisasi Resimen Mahasiswa Dalam Rangka Mengikutsertakan Rakyat Dalam
Pembelaan Negara, disebutkan bahwa Resimen Mahasiswa dibentuk menurut
pembagian wilayah Propinsi Daerah Tingkat I sehingga berjumlah 27
Resimen Mahasiswa di Indonesia. Sedangkan keanggotaan Menwa adalah
mahasiswa yang telah lulus pendidikan Menwa (latihan dasar kemiliteran)
dan Alumni Walawa.
Sebagai
pelaksanaan ketentuan tersebut di atas, dikeluarkan Keputusan Bersama
Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor:
05/a/U/1978 dan Nomor: 17A Tahun 1978 tanggal 19 Januari 1978 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa, hingga
kemudian dalam perkembangannya dilakukan lagi penyempurnaan peraturan
pada tahun 1994.
Pada
tanggal 28 Desember 1994 Organisasi Menwa mengalami penyempurnaan
melalui Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor:
Kep/11/XII/1994, Nomor: 0342/U/1994 dan Nomor: 149 Tahun 1994 tanggal 28
Desember 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam
Bela Negara. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut dikeluarkan
serangkaian keputusan pada Direktur Jenderal terkait dari ketiga
Departemen Pembina, yang terdiri atas Keputusan Dirjen Persmanvet
Dephankam RI Nomor: Kep/03/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Resimen Mahasiswa, Nomor:
Kep/04/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pakaian Seragam, Tunggul dan Dhuaja Menwa dan Pemakaiannya dan Nomor:
Kep/05/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen
Mahasiswa. Serta Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor:
522/Dikti/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen
Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Masa Reformasi.
Pada
masa reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi
TNI, berimbas pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena
Menwa dianggap merupakan perpanjangan tangan TNI di lingkungan
perguruan tinggi. Kemudian muncul tuntutan pembubaran Menwa di berbagai
perguruan tinggi pada awal tahun 2000.
Menyikapi
tuntutan pembubaran Menwa tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai
daerah baik Komandan Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa
mengadakan berbagai koordinasi tingkat regional dan nasional, antara
lain dilaksanakan di Bandung, Yogyakarta, Bali dan di Jakarta.
Para
Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh
Dirmawa Ditjen Dikti Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah
Menwa dan mengadakan pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di
Makassar pada awal sampai pertengahan tahun 2000.
Pada
akhir September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III
Bidang Kemahasiswaan dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa
se-Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang
menghasilkan rancangan Keputusan Bersama 3 Menteri (Menhan, Mendiknas
dan Mendagri) yang baru.
Pada
tanggal 11 Oktober 2000 diterbitkan Keputusan Bersama Menhan,
Mendiknas dan Mendagri & OtdaNomor: KB/14/M/X/2000, Nomor:
6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang
Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Sebagai penjabaran
ketentuan dari KB 3 Menteri tersebut, dikeluarkan serangkaian surat
dari Dirjen terkait dari 3 Departemen Pembina, yakni: Surat Mendagri
& Otda RI Nomor: 188.42/2764/SJ tanggal 23 Nopember 2000 tentang
Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional,
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Surat Edaran Dirjen Dikti
Depdiknas RI Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 tentang
Tindakan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Surat Telegram Dirjen Sundaman
Dephan RI Nomor: ST/02/I/2001 tanggal 23 Januari 2001 tentang
Kedudukan Resimen Mahasiswa, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI
Nomor: ST/03/2001 tanggal 9 Februari 2001, Surat Telegram Dirjen Pothan
Dephan RI Nomor: ST/06/2001 tanggal 18 Juli 2001 dan Surat Dirjen
Kesbangpol Depdagri RI Nomor: 340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002.
Para
Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai
pertemuan yang akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di
tingkat Nasional sehingga terbentuk Badan Koordinasi Nasional Corps
Resimen Mahasiswa Indonesia (BAKORNAS CRMI), yang disahkan keberadaannya
pada Rapat Komando Nasional yang pada waktu itu karena ingin
menyesuaikan dengan tuntutan reformasi maka diberi nama menjadi Kongres
Resimen Mahasiswa Indonesia tahun 2002 di Medan.
Walaupun
arah pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan
belum terbitnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis
(Juknis) dari KB 3 Menteri tersebut di atas, pengabdian Menwa terus
berlanjut. Salah satunya adalah sebagai pelopor pembentukan posko
relawan kemanusiaan yang dikoordinasikan oleh Dephan RI untuk bencana
Tsunami Aceh pada akhir Desember 2004 sampai dengan pertengahan 2005.
Demikian juga ketika terdapat bencana gempa bumi di Yogyakarta tahun
2006, Menwa dari berbagai daerah juga mengirimkan relawannya.
Dalam
perkembangan terakhir, BAKORNAS CRMI dirasa kurang efektif dengan
suatu kegagalan mendasar tidak mampu membuat kaderisasi baru dalam
wujud Latsarmil maupun pendidikan lanjutan. Dan dalam Rakomnas Rapat Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia di Jakarta pada tanggal 24-26 Juli 2006, BAKORNAS
CRMI di bubarkan dan dibentuk badan nasional baru yakni Komando
Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia atau disingkat KONAS MENWA, sebagai
lembaga kepemimpinan struktural Menwa di tingkat nasional. Lembaga
baru ini kian eksis hingga saat ini setelah mampu mendorong kembali
pelaksanaan latsarmil, serta pendidikan lanjutan bagi anggota Menwa,
serta menghidupkan kembali satuan-satuan Menwa yang telah mati serta
membangun Staf Komando Resimen (SKOMEN) Menwa di provinsi-provinsi baru.
Hingga saat ini KONAS MENWA merupakan struktur organisasi tertinggi
dalam hal kordinasi serta komando organisasi Menwa di tingkat nasional.
0 komentar:
Posting Komentar